-

-

Rabu, 07 Januari 2015

RESUME HUMAN RESOURCE POLICIES AND PRACTICE

Chapter 17
Human Resource Policies and Practice
Stephen P. Robbin dan Thimoty A. Judge


A.     Pendahuluan
Isi dari buku Organizational Behavior karangan Stephen P. Robin ini terdiri dari 18 bab. Salah satu babnya membahas mengenai kebijakan dan praktek sumber daya Manusia. Pada bab XVII ini membahas mengenai, praktek seleksi penerimaan pegawai, Program Pelatihan dan pengembanga, Evaluasi Kinerja dan mengelola konflik dalam organisasi.
Sumber: Manajemenperusahaan.com
Bagian Praktek seleksi dibahas mengenai bagaimana proses penyelesian para calon pegawai dilaksanakan, kemudian membahas mengenai seleksi awal,  Inti pokok seleksi, seleksi kontingent dan jenis-jenis seleksi di lingkup skala internasional.
Kajian berikutnya mengenai Program Pelatihan dan Pengembangan, di dalamnya membahas mengenai jenis-jenis pelatihan, metode pelatihan dan mengenai mengevaluasi tingkat efektivitas pelatihan.

Bagian sub judul tiga membahas mengenai Evaluasi Kinerja. Pada bagian ini dibahas mengenai definisi kinerja, tujuan evaluasi kinerja kemudian membahas apa yang akan kita evaluasi, oleh siapa evaluasi kinerja dilakukan kemudian dengan metode apa evaluasi kinerja dilakukan. Dalam bagian ini pula diberikan penjelasan tentang saran untuk meningkatkan Evaluasi kinerja sera memberikan tanggapan mengenai kinerja dan diakhiri dengan penjelasan mengenai bentuk-bentuk penilaian kinerja di lingkungan internasional.
Pembahasan pada bab 17 berikutnya mengenai bagaimana mengelola konflik dalam kehidupan berorganisasi dan diakhiri dengan ringkasan dan implikasi untuk para manajer.   Untuk lebih memahami isi dari bab 17 ini berikut diuraikan secara ringkas pembahasannya.

B.      Ringkasan mengenai Isi bab 17 mengenai kebijakan Sumber Daya Manusia dan prakteknya.
1.      Praktek Seleksi
Pada bagian ini, Robin menjelaskan tentang bagaimana proses seleksi calon pegawai dilakukan. Intinya bahwa dalam proses ini seorang manajer akan mencari pegawai yang benar-benar dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan persyaratan pekerjaan yaitu dengan cara mengetahui siapa mereka baik dari kemampuan, pengalaman dan lainya.  Kegiatan seleksi ini dilakukan biasanya karena banyaknya para pelamar yang mengajukan menjadi pegawai. Untuk mengantisipasi penyeleksian pegawai ini tentu harus ada metode yang benar-benar efektif untuk memisahkan mana pegawai yang memenuhi syarat dan mana yang tidak.  Robin memberikan gambaran bahwa untuk menyeleksi calon pegawai atau pelamar kerja dilakukan dalam tiga tahap yaitu sebagai berikut.

 a.      Seleksi Awal
Tahapan yang paling awal dilakukan oleh manajemen organisasi adalah mengumpulkan form pendaftaran calon pegawai. Tujuannya adalah untuk memutuskan apakah pegawai ini dapat dijadikan pemohon yang memenuhi kualifikasi dasar atau tidak.  Bagi para pemohon kerja / pelamar kerja yang memenuhi persyaratan dasar maka memiliki kesempatan untuk masuk proses berikutnya yaitu pada proses seleksi substantif. Bagi mereka yang tidak memenuhi persyaratan dasar yang ditentukan maka pada waktu itu pula keputusan manajemen kepada calon pelamar kerja sudah dapat diputuskan untuk ditolak. Kegiatan ini dilakukan untuk mempermudah dalam proses berikutnya.
Biasanya yang dilakukan pihak penyeleksi dalam seleksi awal dilihat dari formulir pendaftaran. Formulir pendaftaran ini bisa dijadika informasi awal apakah latar belakang pelamar memenuhi persyaratan yang ditentukan. Hal ini dilakukan untuk efisiensi waktu. Untuk mengefisienkan waktu, dengan bantuan internet organisasi melakukan pendaftaran melalui online sehingga hanya dengan beberapa menit proses pemilahan sudah dapat dilakukan.
Dalam membuat pertanyaan pada form isian manajemen hindari hal-hal yang dapat mengakibatkan urusan dengan hukum.
Informasi lain selain dari formulir pendaftaran tim seleksi dapat melihat dari latar belakang dan rekomendasi, namun kelemahannya dalam rekomendasi terkadang yang dituangkannya sifat yang baik-baik saja, hal ini akan mempersulit para penyeleksi karena harus melihat makna di balik itu semua.
Jika pemohon sudah melawati tahap awal ini, selanjutnya masuk pada seleksi substantif
b.      Seleksi Substantif  
Poses ini merupakan inti dari proses seleksi yang sebenarnya. Dalam  tes ini bisa dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut.
1)      Tes tertulis
Tes tertulis ini digunakan untuk mengetahui sejauhmana kemampuan intelektual pemohon kerja. Biasanya tes tertulis ini pada umumnya meliputi tes kecerdasan atau kognitif, tes kepribadian, tes integritas dan ketertarikan untuk pekerjaan tersebut.
2)      Tes simulasi kerja
Tes ini dilakukan untuk mengetahui tingkat penguasaan calon pegawai dalam pekerjaan yang akan diberikan. Hal ini untuk mengukur apakah pemohon kerja ini mampu melakukan penyelesaian masalah dengan langkah yang benar dan akurat. Elemen yang bisa digunakan dalam tes simulasi kerja ini adalah contoh kerja, pusat penilaian dan penilaian situasional.
3)      Wawancara
Tes ini merupakan tes yang paling umum. Melalui wawancara penyeleksi bisa membaca kondisi si pemohon kerja. Namun terkadang dalam penilaian hasil wawancara terkadang menjadi bias, hal ini disebabkan terkadang ada calon pelamar yang cenderung didukung oleh pewawancara. Selain itu wawancara yang dilakukan tanpa struktur. Untuk menghidari hasil bias, biasanya pertanyaan dalam wawancara harus terstruktur. Selain itu untuk menghindari hasil bias maka wawancara pun bisa dilakukan secara panel dan ini merupakan hasil tes yang memiliki validitas tinggi.  
Jika para pemohon kerja sudah lulus dari tes substanstif, maka mereka melanjutkan pada proses seleksi kontingensi, sedangkan mereka yang tidak lulus diputuskan untuk ditolak. 

c.       Seleksi Kontingensi
Seleksi kontingensi ini dilakukan salah satunya dilakukan dengan cara pemeriksaan medis. Pemeriksaan medis ini dilakukan untuk mengetahui apakah para pemohon kerja sanggup untuk menerima pekerjaan yang berkaitan dengan kondisi fisik dan psikologis yang berat. Bagi pemohon kerja yang lulus dari seleksi kontingesi  maka mereka siap untuk menerima pekerjaan yang akan diberikan organisasi. Namun bagi mereka yang tidak memenuhi atau gagal dalam tes ini maka diputuskan untuk ditolak.
Dengan demikian bagi para pemohon kerja yang sudah memenuhi prosedur penyelekksian maka mereka siap untuk menerima pekerjaan yang disiapkan oleh organisasi atau perusahaan.
d.      Variasi internasional di Seleksi Proses
Dalam penyeleksian calon pegawai dari berbagai negara memiliki perbedaan. Namun dalam penggunaan kualifikasi pendidikan dalam menyaring kandidat tampaknya menjadi praktek yang universal. Di beberapa negara seperti Belanda, amerika Serikat, perancis, spanyol dan portugal sebagian besar pelamar kerja lebih memilih dilakukan tes wawancara dan tes sampel kerja, tetapi tentu ada sedikit perbedaan dalam preferensi di negara-negara tersebut.
Di Amerika Serikat perusahaan-perusahaan dalam satu tahun terakhir menghabiskan dana $ 125 M hanya untuk meningkatkan kompetensi karyawan melalui pelatihan formal.

2.      Program Pelatihan dan Pengembangan
Untuk meningkatkan kemampuan karyawan pihak perusahaan senantiasa melakukan penyegaran, salah satunya dengan melakukan pelatihan dan pengembangan.
Kegiatan pelatihan dapat mencakup segala kegiatan yang dapat meningkatkan keterampilan karyawan.  Ada empat jenis keterampilan yang dimiliki oleh karyawan yaitu keterampilan dasar, keterampilan teknis, keterampilan interpersonal, dan keterampilan pemecahan masalah
a.      Jenis Pelatihan
Berdasarkan penjelasan di atas bahwa jenis pelatihan ada 4 yaitu
1)      keterampilan dasar,
yang dimaksud dengan keterampilan dasar adalah keterampilan berupa kemampuan membaca pemahaman, menulis dan matematika. Untuk meningkatkan kemampuan para pekerja, keterampilan dasar ini merupakan faktor yang sangat berpengaruh. Karena dengan tidak memiliki keterampilan dasar ini berarti hampir tidak ada harapan bersaing dalam ekonomi global.
2)      keterampilan teknis,
Keterampilan teknis ini sering dilaksanakan, hal ini bertujuan diarahkan pada peningkatan dan meningkatkan keterampilan teknis karyawan. Keterampilan teknis akan semakin sangat penting ketika berhadapan kepada dua alasan yaitu perkembangan teknologi baru dan desain struktural yang baru dalam organisasi.
3)      keterampilan interpersonal, dan
Hampir semua karyawan memiliki unit kerja, dan prestasi kerja mereka tergantung kepada kemampuan mereka untuk secara efektif berinteraksi dengan rekan kerja dan atasan mereka. Beberapa karyawan memiliki kemampuan interpersonal yang sangat baik, tetapi untuk meningkatkan kemampuan mendengar,berkomunikasi dan keterampilan membangu maka kegiatan pelatihan sangat dibutuhkan.
4)      keterampilan pemecahan masalah
Pelatihan Pemecahan masalah bagi para manajer dan karyawan lainnya dapat mencakup kegiatan untuk mempertajam kemampuan logika, penalaran, dan problem defining mereka serta kemampuan mereka untuk menilai penyebab, mengembangkan dan menganalisis alternatif, dan pilih solusi. Pelatihan Pemecahan masalah telah menjadi bagian dari hampir setiap usaha organisasi untuk memperkenalkan tim swakelola atau menerapkan program manajemen kualitas.

b.      Metode Pelatihan 
Dalam program pelatihan dan pengembangan dikenal dengan 2 metode pelatihan yaitu
1)      Metode formal /informal dan
Pelatihan formal merupakan pelatihan yang telah terencana dan terstruktur formal. Pelatihan ini biasanya dilakukan secara berencana dan mudah disesuaikan dengan situasi dan kondisi individu. Sedangkan pelatihan informal terjadi ketika karyawan satu membantu karyawan lain dengan cara berbagi  informasi dan memecahkan permasalahan secara bersama-sama.  
2)      metode on the job/off the job
Metode on the job training terjadi ketika adanya rotasi pekerjaan, magang, tugas pengganti dan program mentoring formal.  Namun ternyata kegiatan ini dapat  menimbulkan kekacauan bagi pekerja lain sehingga dilahirkan kegiatan off the job. Metode off the job bisasanya dilakukan melalui seminar, kursu, kegiatan kelompok yang menggunakan permainan peran dan studi kasus.
c.       Mengevaluasi Efektivitas
Untuk melihat apakah pelatihan yang dilakukan itu efektif atau tidak maka perlu diadakannya evaluasi. Efektivitas program pelatihan dapat merujuk pada tingkat kepuasan peserta didik sejauhmana mereka menerima transfer ilmu dari para pelatihnya. Namun ketika mereka sulit menerapkan pengetahuanya di lingkungan kerja, ini menunjukkan bahwa kegiatan program pelatihan tidak efektif.  
Keberhasilan program pelatihan ini juga tergantung pada individu masing-masing. Untuk program pelatihan untuk menjadi efektif membutuhkan tidak hanya mengajarkan keterampilan tetapi juga mengubah lingkungan kerja untuk mendukung peserta.

3.      Evaluasi Kinerja
a.      Apakah Kinerja?
Yang dimaksud dengan kinerja adalah penialain organisasi terhadap seberapa baik para karyawan dalam melakukan tugas-tugas yang diberikan yang tercantum pada deskripsi pekerjaan.
Ada tiga jenis utama dari perilaku yang merupakan kinerja di tempat kerja yaitu :
1)      Kinerja Tugas. Melakukan tugas dan tanggung jawab yang berkontribusi terhadap produksi barang atau jasa atau untuk tugas-tugas administratif. Ini termasuk sebagian besar tugas dalam deskripsi pekerjaan konvensional.
2)      Kewarganegaraan. Tindakan yang berkontribusi terhadap lingkungan psikologis organisasi, seperti membantu orang lain ketika tidak diperlukan, mendukung tujuan organisasi, mengobati rekan kerja dengan hormat, membuat saran konstruktif, dan mengatakan hal-hal positif tentang tempat kerja.
3)      Kontra Produktivitas. Tindakan yang aktif merusak organisasi. Perilaku ini termasuk mencuri, merusak properti perusahaan, berperilaku agresif terhadap rekan kerja, dan menghidnari  absen.

b.      Tujuan dari Evaluasi Kinerja
Evaluasi kinerja melayani beberapa tujuan.  Salah satunya adalah untuk membantu manajemen membuat keputusan sumber daya manusia umum tentang promosi, transfer, dan pengakhiran. Evaluasi juga mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Mereka menunjukkan keterampilan karyawan dan kompetensi yang program remedial dapat dikembang-kan.  Akhirnya,  mereka memberikan umpan balik kepada karyawan tentang bagaimana organisasi memandang kinerja mereka dan menjadi dasar untuk reward, termasuk jasa kenaikan gaji.

c.       Apa yang kita Evaluasi?
Bagi manajemen perusahaan ada 3 hal yang perlu dievaluasi dalam kegiatan organisasi yaitu :
1)      Hasil tugas individu,
Yang dievaluasi adalah berkaitan dengan tugas karyawan pada hasil seperti kuantitas yang diproduksi, memo yang dihasilkan dan biaya per unit dan tugastugas lainnya yang berkaitan dengan tufoksi pegawai.
2)       perilaku,
Kegiatan evaluasi terhadap kelompok akan terasa mudah mengevaluasii kinerja kelompok tetapi sulit untuk mengidentifikasi kontribusi masing-masing anggota. Maka manajemen sering akan mengevaluasi perilaku karyawan secara individu. 
3)      Karakter/sifat
Karakter ini merupakan kriteria yang paling lemah, dan sulit untuk dievaluasi.

d.      Siapa yang Harus Lakukan Evaluasi?
Sudah menjadi  tugas manajer untuk melakukan evaluasi karena mereka bertanggung jawab atas kinerjanya dan mereka agar melakukan pekerjaan yang lebih baik.

e. Metode Evaluasi Kinerja

Dalam melakukan evaluasi, tentu saja ada teknik-teknik khusus yang bisa digunakan, berikut metode yang dapat digunakan
1)      Metode Menulis Essay
Mungkin metode yang paling sederhana adalah dengan menulis narasi yang menggambarkan kekuatan, kelemahan, kinerja masa lalu, potensi, dan saran untuk perbaikan karyawan

2)      Metode Insiden Kritis
Insiden kritis memfokuskan pada perbedaan antara mengeksekusi pekerjaan secara efektif dan melaksanakan secara tidak efektif. Penilai menjelaskan apa yang karyawan lakukan itu sangat efektif atau tidak efektif dalam situasi perilaku yang spesifik

3)      Penilaian skala  Grafis
Yaitu penilaian kinerja dilihat dari ukuran skala grafis yang diberi bobot angka dari setiap poin pekerjaan. Dengan penilaian ini tidak semua informasi dapat diperoleh secara mendalam.
4)      Metode BAR
Metode ini merupakan gabungan dari metode insiden kritis dengan penilaian skala agrafis. Penilaian ini didasarkan pada pemberian suatu kerja yang spesifik apakah efektif atau tidak yang kemudian diterjemahkan ke dalam satu set dimensi kinerja dengan berbagai tingkat kualitas.
5)      Metode perbandingan Paksa
Yaitu metode menilai kinerja seseorang dengan cara membandingkan dengan kinerja orang lain yang lebih baik. Dua perbandingan yang paling populer adalah peringkat urutan kelompok dan peringkat individual.
f.        Saran untuk Meningkatkan Evaluasi Kinerja
Ada beberapa saran untuk para manajer yang akan meningkatkan evaluasi kinerja yang membuat proses lebih objektif dan adil
-          Gunakan beberapa evaluator
Dengan bertambahnya jumlah evaluator dalam hal penilaian kinerja akan memberikan banyak informasi yang lebih akurat, sehiingga karyawan akan menerima umpan balik yang dapat dipercaya.
-          Evaluasi selektif
Evaluasi ini dilakukan kepada karyawan yang memiliki beberapa keahlian, sehingga kalau tidak dipisahkan atas keahliannya itu besar kemungkinan dalam menilai kemungkinan untuk ketidakuratan
-          Penilaian Pelatihan
Teknik ini dapat dilakukan kebanyakan pada kegiatan pelatihan. Teknik ini mendorong penilai untuk menggambarkan perilaku karyawan dalam sedetail mungkin. Menyediakan lebih detail mendorong penilai untuk mengingat lebih banyak

g.      Umpan Balik dari Kinerja
Beberapa kegiatan yang lebih menyenangkan bagi banyak manajer daripada memberikan umpan balik kinerja karyawan. Bahkan, kecuali ditekan oleh kebijakan dan kontrol organisasi, manajer cenderung mengabaikan tanggung jawab ini karena :
1)      Pertama, meskipun hampir setiap karyawan bisa berdiri untuk meningkatkan di beberapa daerah, manajer takut konfrontasi ketika menyajikan umpan balik negatif. 
2)      Banyak karyawan yang cenderung menjadi defensif ketika kelemahan mereka menunjukkan
Agar kondisi ini tidak terjadi maka solusi untuk masalah ini adalah tidak untuk mengabaikannya, tapi untuk melatih para manajer untuk melakukan sesi umpan balik yang konstruktif. Penilaian kinerja harus menjadi kegiatan konseling lebih dari proses penilaian, terbaik dicapai dengan memungkinkan untuk berkembang dari evaluasi diri karyawan sendiri.
h.      Variasi internasional dalam Penilaian Kinerja
Mari kita memeriksa evaluasi kinerja secara global dalam konteks empat dimensi budaya: individualisme / kolektivisme, hubungan seseorang dengan lingkungan, orientasi waktu, dan fokus tanggung jawab.
Individu yang berorientasi budaya seperti Amerika Serikat menekankan sistem evaluasi kinerja yang lebih formal daripada sistem informal. Mereka menganjurkan evaluasi dilakukan secara berkala, yang hasilnya manajer berbagi dengan karyawan dan digunakan dalam penentuan imbalan tertulis. Di sisi lain, budaya kolektivis yang mendominasi Asia dan banyak dari Amerika Latin ditandai dengan sistem-mengecilkan lebih informal umpan balik formal dan melepaskan alokasi reward dari peringkat kinerja. Beberapa perbedaan ini dapat mengecil, namun. Di Korea, Singapura, dan bahkan Jepang, penggunaan evaluasi kinerja telah meningkat secara dramatis dalam dekade terakhir, meskipun tidak selalu mulus atau tanpa kontroversi. Salah satu survei karyawan Korea mengungkapkan bahwa mayoritas mempertanyakan validitas hasil evaluasi kinerja mereka.

Satu studi baru-baru ini difokuskan pada industri perbankan menemukan perbedaan yang signifikan di negara-negara dalam praktek penilaian kinerja. Penilaian kinerja formal digunakan lebih sering di negara-negara yang tinggi ketegasan, tinggi penghindaran ketidakpastian, dan rendah dalam kelompok kolektivisme. Dengan kata lain, negara-negara yang tegas melihat kinerja sebagai tanggung jawab individu, dan bahwa keinginan kepastian tentang di mana orang-orang berdiri, lebih cenderung menggunakan penilaian kinerja formal. Di sisi lain, dalam ketidakpastian yang tinggi penilaian kinerja budaya penghindaran juga lebih sering digunakan untuk tujuan komunikasi dan pengembangan (sebagai lawan yang digunakan untuk hadiah dan promosi). Studi lain menemukan bahwa individu-individu yang tinggi dalam jarak kekuasaan dan tinggi kolektivisme cenderung memberikan penilaian kinerja yang lebih ringan.

4.      Mengelola Konflik kehidupan kerja dalam Organisasi
Konflik kehidupan kerja menarik perhatian manajemen pada 1980-an, dikarenakan pada tahun itu banyak para pekerja yang berasal dari kalangan wanita. Sebagai tanggapan, kebanyakan organisasi besar mengambil tindakan untuk membuat tempat kerja mereka lebih ramah keluarga. Mereka memperkenalkan perawatan di tempat anak, musim panas kamp hari, flextime, pembagian kerja, daun untuk fungsi sekolah, telecommuting, dan paruh waktu kerja. Tetapi organisasi cepat menyadari konflik kehidupan kerja  yang tidak terbatas pada karyawan wanita dengan anak-anak. Pekerja laki-laki dan perempuan tanpa anak-anak juga menghadapi masalah ini. Beban kerja yang berat dan tuntutan perjalanan meningkat, misalnya, membuat semakin sulit bagi banyak karyawan untuk memenuhi kedua pekerjaan dan tanggung jawab pribadi.  Organisasi memodifikasi tempat kerja mereka dengan opsi penjadwalan dan manfaat untuk mengakomodasi beragam kebutuhan tenaga kerja yang beragam.
  
5.      Ringkasan dan Implikasi untuk Manajer
Kebijakan sumber daya manusia organisasi dan praktek menciptakan kekuatan penting bahwa perilaku bentuk karyawan dan sikap. Dalam bab ini, kami secara khusus membahas pengaruh praktek seleksi, program pelatihan dan pengembangan, dan sistem evaluasi kinerja.
1.    Jika dirancang dengan baik, praktek pemilihan suatu organisasi akan mengidentifikasi calon yang kompeten dan akurat mencocokkan mereka untuk pekerjaan dan organisasi.Meskipun seleksi karyawan jauh dari ilmu, beberapa organisasi gagal untuk merancang suatu sistem seleksi yang dapat mencapai kanan orang - fit pekerjaan.
2.    Efek yang paling jelas dari program pelatihan adalah peningkatan langsung dalam keterampilan yang diperlukan untuk berhasil menyelesaikan pekerjaan.  Peningkatan kemampuan sehingga meningkatkan potensi, tapi apakah itu potensi menjadi menyadari sebagian besar masalah motivasi.
3.    Manfaat kedua pelatihan adalah bahwa hal itu meningkatkan selfefficacy seorang karyawan - yaitu, harapan seseorang bahwa ia dapat berhasil melaksanakan perilaku yang diperlukan untuk menghasilkan suatu hasil (lihat Bab 7). Karyawan dengan tinggi self-efficacy memiliki harapan yang kuat tentang mereka kemampuan untuk tampil di situasi baru. Mereka 'kembali percaya diri dan berharap untuk menjadi sukses. Pelatihan, kemudian, adalah sarana untuk secara positif mempengaruhi self-efficacy karena karyawan mungkin lebih bersedia untuk melakukan tugas-tugas pekerjaan dan mengerahkan tingkat tinggi usaha.
4.    Tujuan utama dari evaluasi kinerja adalah untuk menilai seseorang 's kinerja akurat sebagai dasar untuk mengalokasikan imbalan. Jika evaluasi tidak akurat atau menekankan kriteria yang salah, karyawan akan kelebihan atau underrewarded. Seperti yang ditunjukkan dalam Bab 7 dalam diskusi kami teori ekuitas, evaluasi dianggap sebagai tidak adil dapat mengakibatkan berkurangnya usaha, peningkatan ketidakhadiran, atau mencari pekerjaan alternatif peluang.


Referensi : 
Sthepen P. Robin . 2012. Organizational Behavior , 15th ed. Prentice Hall, 

Carita hiburan