Human Resource Policies and Practice
Stephen P. Robbin dan Thimoty A. Judge
A. Pendahuluan
Isi dari buku
Organizational Behavior karangan Stephen P. Robin ini terdiri dari 18 bab.
Salah satu babnya membahas mengenai kebijakan dan praktek sumber daya Manusia.
Pada bab XVII ini membahas mengenai, praktek seleksi penerimaan pegawai,
Program Pelatihan dan pengembanga, Evaluasi Kinerja dan mengelola konflik dalam
organisasi.
Sumber: Manajemenperusahaan.com |
Bagian Praktek seleksi
dibahas mengenai bagaimana proses penyelesian para calon pegawai dilaksanakan, kemudian
membahas mengenai seleksi awal, Inti
pokok seleksi, seleksi kontingent dan jenis-jenis seleksi di lingkup skala
internasional.
Kajian berikutnya mengenai
Program Pelatihan dan Pengembangan, di dalamnya membahas mengenai jenis-jenis
pelatihan, metode pelatihan dan mengenai mengevaluasi tingkat efektivitas
pelatihan.
Bagian sub judul tiga
membahas mengenai Evaluasi Kinerja. Pada bagian ini dibahas mengenai definisi
kinerja, tujuan evaluasi kinerja kemudian membahas apa yang akan kita evaluasi,
oleh siapa evaluasi kinerja dilakukan kemudian dengan metode apa evaluasi
kinerja dilakukan. Dalam bagian ini pula diberikan penjelasan tentang saran
untuk meningkatkan Evaluasi kinerja sera memberikan tanggapan mengenai kinerja
dan diakhiri dengan penjelasan mengenai bentuk-bentuk penilaian kinerja di
lingkungan internasional.
Pembahasan pada bab 17
berikutnya mengenai bagaimana mengelola konflik dalam kehidupan berorganisasi
dan diakhiri dengan ringkasan dan implikasi untuk para manajer. Untuk lebih memahami isi dari bab 17 ini
berikut diuraikan secara ringkas pembahasannya.
B.
Ringkasan mengenai Isi bab 17 mengenai kebijakan
Sumber Daya Manusia dan prakteknya.
1. Praktek Seleksi
Pada bagian ini, Robin menjelaskan
tentang bagaimana proses seleksi calon pegawai dilakukan. Intinya bahwa dalam
proses ini seorang manajer akan mencari pegawai yang benar-benar dibutuhkan
sesuai dengan kebutuhan persyaratan pekerjaan yaitu dengan cara mengetahui
siapa mereka baik dari kemampuan, pengalaman dan lainya. Kegiatan seleksi ini dilakukan biasanya karena
banyaknya para pelamar yang mengajukan menjadi pegawai. Untuk mengantisipasi
penyeleksian pegawai ini tentu harus ada metode yang benar-benar efektif untuk
memisahkan mana pegawai yang memenuhi syarat dan mana yang tidak. Robin memberikan gambaran bahwa untuk
menyeleksi calon pegawai atau pelamar kerja dilakukan dalam tiga tahap yaitu
sebagai berikut.
a.
Seleksi
Awal
Tahapan yang paling awal
dilakukan oleh manajemen organisasi adalah mengumpulkan form pendaftaran calon
pegawai. Tujuannya adalah untuk memutuskan apakah pegawai ini dapat dijadikan
pemohon yang memenuhi kualifikasi dasar atau tidak. Bagi para pemohon kerja / pelamar kerja yang
memenuhi persyaratan dasar maka memiliki kesempatan untuk masuk proses
berikutnya yaitu pada proses seleksi substantif. Bagi mereka yang tidak
memenuhi persyaratan dasar yang ditentukan maka pada waktu itu pula keputusan
manajemen kepada calon pelamar kerja sudah dapat diputuskan untuk ditolak.
Kegiatan ini dilakukan untuk mempermudah dalam proses berikutnya.
Biasanya yang dilakukan
pihak penyeleksi dalam seleksi awal dilihat dari formulir pendaftaran. Formulir
pendaftaran ini bisa dijadika informasi awal apakah latar belakang pelamar
memenuhi persyaratan yang ditentukan. Hal ini dilakukan untuk efisiensi waktu.
Untuk mengefisienkan waktu, dengan bantuan internet organisasi melakukan
pendaftaran melalui online sehingga
hanya dengan beberapa menit proses pemilahan sudah dapat dilakukan.
Dalam membuat pertanyaan
pada form isian manajemen hindari hal-hal yang dapat mengakibatkan urusan
dengan hukum.
Informasi lain selain
dari formulir pendaftaran tim seleksi dapat melihat dari latar belakang dan
rekomendasi, namun kelemahannya dalam rekomendasi terkadang yang dituangkannya
sifat yang baik-baik saja, hal ini akan mempersulit para penyeleksi karena
harus melihat makna di balik itu semua.
Jika
pemohon sudah melawati tahap awal ini, selanjutnya masuk pada seleksi
substantif
b.
Seleksi
Substantif
Poses ini merupakan inti dari proses
seleksi yang sebenarnya. Dalam tes ini
bisa dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut.
1) Tes tertulis
Tes tertulis ini
digunakan untuk mengetahui sejauhmana kemampuan intelektual pemohon kerja.
Biasanya tes tertulis ini pada umumnya meliputi tes kecerdasan atau kognitif,
tes kepribadian, tes integritas dan ketertarikan untuk pekerjaan tersebut.
2) Tes simulasi kerja
Tes ini dilakukan untuk
mengetahui tingkat penguasaan calon pegawai dalam pekerjaan yang akan diberikan.
Hal ini untuk mengukur apakah pemohon kerja ini mampu melakukan penyelesaian
masalah dengan langkah yang benar dan akurat. Elemen yang bisa digunakan dalam
tes simulasi kerja ini adalah contoh kerja, pusat penilaian dan penilaian
situasional.
3) Wawancara
Tes ini merupakan tes
yang paling umum. Melalui wawancara penyeleksi bisa membaca kondisi si pemohon
kerja. Namun terkadang dalam penilaian hasil wawancara terkadang menjadi bias,
hal ini disebabkan terkadang ada calon pelamar yang cenderung didukung oleh
pewawancara. Selain itu wawancara yang dilakukan tanpa struktur. Untuk
menghidari hasil bias, biasanya pertanyaan dalam wawancara harus terstruktur.
Selain itu untuk menghindari hasil bias maka wawancara pun bisa dilakukan
secara panel dan ini merupakan hasil tes yang memiliki validitas tinggi.
Jika para pemohon kerja
sudah lulus dari tes substanstif, maka mereka melanjutkan pada proses seleksi
kontingensi, sedangkan mereka yang tidak lulus diputuskan untuk ditolak.
c.
Seleksi
Kontingensi
Seleksi kontingensi ini
dilakukan salah satunya dilakukan dengan cara pemeriksaan medis. Pemeriksaan
medis ini dilakukan untuk mengetahui apakah para pemohon kerja sanggup untuk
menerima pekerjaan yang berkaitan dengan kondisi fisik dan psikologis yang
berat. Bagi pemohon kerja yang lulus dari seleksi kontingesi maka mereka siap untuk menerima pekerjaan
yang akan diberikan organisasi. Namun bagi mereka yang tidak memenuhi atau
gagal dalam tes ini maka diputuskan untuk ditolak.
Dengan demikian bagi para pemohon
kerja yang sudah memenuhi prosedur penyelekksian maka mereka siap untuk
menerima pekerjaan yang disiapkan oleh organisasi atau perusahaan.
d.
Variasi
internasional di Seleksi Proses
Dalam penyeleksian calon
pegawai dari berbagai negara memiliki perbedaan. Namun dalam penggunaan
kualifikasi pendidikan dalam menyaring kandidat tampaknya menjadi praktek yang
universal. Di beberapa negara seperti Belanda, amerika Serikat, perancis,
spanyol dan portugal sebagian besar pelamar kerja lebih memilih dilakukan tes
wawancara dan tes sampel kerja, tetapi tentu ada sedikit perbedaan dalam
preferensi di negara-negara tersebut.
Di Amerika Serikat
perusahaan-perusahaan dalam satu tahun terakhir menghabiskan dana $ 125 M hanya
untuk meningkatkan kompetensi karyawan melalui pelatihan formal.
2. Program Pelatihan dan Pengembangan
Untuk meningkatkan
kemampuan karyawan pihak perusahaan senantiasa melakukan penyegaran, salah
satunya dengan melakukan pelatihan dan pengembangan.
Kegiatan pelatihan dapat
mencakup segala kegiatan yang dapat meningkatkan keterampilan karyawan. Ada empat jenis keterampilan yang dimiliki
oleh karyawan yaitu keterampilan dasar, keterampilan teknis, keterampilan
interpersonal, dan keterampilan pemecahan masalah
a.
Jenis
Pelatihan
Berdasarkan penjelasan di atas bahwa
jenis pelatihan ada 4 yaitu
1)
keterampilan
dasar,
yang dimaksud dengan
keterampilan dasar adalah keterampilan berupa kemampuan membaca pemahaman,
menulis dan matematika. Untuk meningkatkan kemampuan para pekerja, keterampilan
dasar ini merupakan faktor yang sangat berpengaruh. Karena dengan tidak memiliki
keterampilan dasar ini berarti hampir tidak ada harapan bersaing dalam ekonomi
global.
2)
keterampilan
teknis,
Keterampilan teknis ini sering
dilaksanakan, hal ini bertujuan diarahkan pada peningkatan dan meningkatkan
keterampilan teknis karyawan. Keterampilan teknis akan semakin sangat penting
ketika berhadapan kepada dua alasan yaitu perkembangan teknologi baru dan
desain struktural yang baru dalam organisasi.
3) keterampilan interpersonal, dan
Hampir semua karyawan
memiliki unit kerja, dan prestasi kerja mereka tergantung kepada kemampuan
mereka untuk secara efektif berinteraksi dengan rekan kerja dan atasan mereka.
Beberapa karyawan memiliki kemampuan interpersonal yang sangat baik, tetapi
untuk meningkatkan kemampuan mendengar,berkomunikasi dan keterampilan membangu
maka kegiatan pelatihan sangat dibutuhkan.
4)
keterampilan
pemecahan masalah
Pelatihan Pemecahan masalah bagi para
manajer dan karyawan lainnya dapat mencakup kegiatan untuk mempertajam
kemampuan logika, penalaran, dan problem
defining mereka serta kemampuan mereka untuk menilai penyebab,
mengembangkan dan menganalisis alternatif, dan pilih solusi. Pelatihan
Pemecahan masalah telah menjadi bagian dari hampir setiap usaha organisasi
untuk memperkenalkan tim swakelola atau menerapkan program manajemen kualitas.
b.
Metode
Pelatihan
Dalam program pelatihan dan
pengembangan dikenal dengan 2 metode pelatihan yaitu
1)
Metode
formal /informal dan
Pelatihan formal merupakan pelatihan
yang telah terencana dan terstruktur formal. Pelatihan ini biasanya dilakukan
secara berencana dan mudah disesuaikan dengan situasi dan kondisi individu.
Sedangkan pelatihan informal terjadi ketika karyawan satu membantu karyawan
lain dengan cara berbagi informasi dan
memecahkan permasalahan secara bersama-sama.
2)
metode
on the job/off the job
Metode on the job
training terjadi ketika adanya rotasi pekerjaan, magang, tugas pengganti dan
program mentoring formal. Namun ternyata
kegiatan ini dapat menimbulkan kekacauan
bagi pekerja lain sehingga dilahirkan kegiatan off the job. Metode off the job
bisasanya dilakukan melalui seminar, kursu, kegiatan kelompok yang menggunakan
permainan peran dan studi kasus.
c.
Mengevaluasi
Efektivitas
Untuk melihat apakah
pelatihan yang dilakukan itu efektif atau tidak maka perlu diadakannya
evaluasi. Efektivitas program pelatihan dapat merujuk pada tingkat kepuasan
peserta didik sejauhmana mereka menerima transfer ilmu dari para pelatihnya.
Namun ketika mereka sulit menerapkan pengetahuanya di lingkungan kerja, ini
menunjukkan bahwa kegiatan program pelatihan tidak efektif.
Keberhasilan program
pelatihan ini juga tergantung pada individu masing-masing. Untuk program pelatihan untuk menjadi efektif membutuhkan tidak hanya
mengajarkan keterampilan tetapi juga mengubah lingkungan kerja untuk mendukung
peserta.
3. Evaluasi Kinerja
a.
Apakah
Kinerja?
Yang dimaksud dengan
kinerja adalah penialain organisasi terhadap seberapa baik para karyawan dalam
melakukan tugas-tugas yang diberikan yang tercantum pada deskripsi pekerjaan.
Ada tiga jenis utama dari
perilaku yang merupakan kinerja di tempat kerja yaitu :
1)
Kinerja Tugas. Melakukan tugas dan
tanggung jawab yang berkontribusi terhadap produksi barang atau jasa atau untuk
tugas-tugas administratif. Ini termasuk sebagian
besar tugas dalam deskripsi pekerjaan konvensional.
2)
Kewarganegaraan. Tindakan yang
berkontribusi terhadap lingkungan psikologis organisasi, seperti membantu orang
lain ketika tidak diperlukan, mendukung tujuan organisasi, mengobati rekan
kerja dengan hormat, membuat saran konstruktif, dan mengatakan hal-hal positif
tentang tempat kerja.
3)
Kontra Produktivitas. Tindakan yang aktif
merusak organisasi. Perilaku ini termasuk
mencuri, merusak properti perusahaan, berperilaku agresif terhadap rekan kerja,
dan menghidnari absen.
b.
Tujuan
dari Evaluasi Kinerja
Evaluasi
kinerja melayani beberapa tujuan. Salah satunya adalah
untuk membantu manajemen membuat keputusan sumber daya manusia umum tentang
promosi, transfer, dan pengakhiran. Evaluasi juga
mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Mereka menunjukkan
keterampilan karyawan dan kompetensi yang program remedial dapat dikembang-kan.
Akhirnya,
mereka memberikan umpan balik kepada
karyawan tentang bagaimana organisasi memandang kinerja mereka dan menjadi dasar
untuk reward, termasuk jasa kenaikan gaji.
c.
Apa
yang kita Evaluasi?
Bagi manajemen perusahaan
ada 3 hal yang perlu dievaluasi dalam kegiatan organisasi yaitu :
1) Hasil tugas individu,
Yang
dievaluasi adalah berkaitan dengan tugas karyawan pada hasil seperti kuantitas
yang diproduksi, memo yang dihasilkan dan biaya per unit dan tugastugas lainnya
yang berkaitan dengan tufoksi pegawai.
2) perilaku,
Kegiatan
evaluasi terhadap kelompok akan terasa mudah mengevaluasii kinerja kelompok
tetapi sulit untuk mengidentifikasi kontribusi masing-masing anggota. Maka
manajemen sering akan mengevaluasi perilaku karyawan secara individu.
3) Karakter/sifat
Karakter
ini merupakan kriteria yang paling lemah, dan sulit untuk dievaluasi.
d.
Siapa
yang Harus Lakukan Evaluasi?
Sudah menjadi tugas manajer untuk melakukan evaluasi karena
mereka bertanggung jawab atas kinerjanya dan mereka agar melakukan pekerjaan
yang lebih baik.
e. Metode Evaluasi Kinerja
Dalam melakukan evaluasi, tentu saja ada teknik-teknik khusus yang bisa digunakan, berikut metode yang dapat digunakan
1)
Metode
Menulis Essay
Mungkin metode yang paling sederhana
adalah dengan menulis narasi yang menggambarkan kekuatan, kelemahan, kinerja
masa lalu, potensi, dan saran untuk perbaikan karyawan
2)
Metode
Insiden Kritis
Insiden kritis memfokuskan pada perbedaan antara
mengeksekusi pekerjaan secara efektif dan melaksanakan secara tidak efektif. Penilai menjelaskan apa yang
karyawan lakukan itu sangat efektif atau tidak efektif dalam situasi perilaku yang
spesifik
3)
Penilaian
skala Grafis
Yaitu penilaian kinerja
dilihat dari ukuran skala grafis yang diberi bobot angka dari setiap poin
pekerjaan. Dengan penilaian ini tidak semua informasi dapat diperoleh secara
mendalam.
4)
Metode
BAR
Metode ini merupakan
gabungan dari metode insiden kritis dengan penilaian skala agrafis. Penilaian
ini didasarkan pada pemberian suatu kerja yang spesifik apakah efektif atau
tidak yang kemudian diterjemahkan ke dalam satu set dimensi kinerja dengan
berbagai tingkat kualitas.
5)
Metode
perbandingan Paksa
Yaitu metode menilai kinerja
seseorang dengan cara membandingkan dengan kinerja orang lain yang lebih baik. Dua perbandingan yang paling populer
adalah peringkat urutan kelompok dan peringkat individual.
f.
Saran
untuk Meningkatkan Evaluasi Kinerja
Ada
beberapa saran untuk para manajer yang akan meningkatkan evaluasi kinerja yang
membuat proses lebih objektif dan adil
-
Gunakan beberapa evaluator
Dengan
bertambahnya jumlah evaluator dalam hal penilaian kinerja akan memberikan
banyak informasi yang lebih akurat, sehiingga karyawan akan menerima umpan
balik yang dapat dipercaya.
-
Evaluasi selektif
Evaluasi
ini dilakukan kepada karyawan yang memiliki beberapa keahlian, sehingga kalau
tidak dipisahkan atas keahliannya itu besar kemungkinan dalam menilai
kemungkinan untuk ketidakuratan
-
Penilaian Pelatihan
Teknik
ini dapat dilakukan kebanyakan pada kegiatan pelatihan. Teknik ini mendorong penilai untuk menggambarkan
perilaku karyawan dalam sedetail mungkin. Menyediakan lebih detail
mendorong penilai untuk mengingat lebih banyak
g.
Umpan
Balik dari Kinerja
Beberapa kegiatan yang
lebih menyenangkan bagi banyak manajer daripada memberikan umpan balik kinerja
karyawan. Bahkan, kecuali ditekan oleh kebijakan dan kontrol
organisasi, manajer cenderung mengabaikan tanggung jawab ini karena :
1)
Pertama, meskipun hampir setiap karyawan bisa berdiri untuk
meningkatkan di beberapa daerah, manajer takut konfrontasi ketika menyajikan
umpan balik negatif.
2)
Banyak karyawan yang cenderung menjadi defensif ketika
kelemahan mereka menunjukkan
Agar kondisi ini tidak
terjadi maka solusi untuk masalah ini adalah tidak untuk mengabaikannya, tapi
untuk melatih para manajer untuk melakukan sesi umpan balik yang konstruktif. Penilaian
kinerja harus menjadi kegiatan konseling lebih dari proses penilaian, terbaik
dicapai dengan memungkinkan untuk berkembang dari evaluasi diri karyawan
sendiri.
h.
Variasi
internasional dalam Penilaian Kinerja
Mari kita memeriksa evaluasi
kinerja secara global dalam konteks empat dimensi budaya: individualisme /
kolektivisme, hubungan seseorang dengan lingkungan, orientasi waktu, dan fokus
tanggung jawab.
Individu
yang berorientasi budaya seperti Amerika Serikat menekankan sistem evaluasi
kinerja yang lebih formal daripada sistem informal. Mereka menganjurkan evaluasi
dilakukan secara berkala, yang hasilnya manajer berbagi dengan karyawan dan
digunakan dalam penentuan imbalan tertulis. Di sisi lain, budaya kolektivis
yang mendominasi Asia dan banyak dari Amerika Latin ditandai dengan
sistem-mengecilkan lebih informal umpan balik formal dan melepaskan alokasi
reward dari peringkat kinerja. Beberapa perbedaan ini dapat mengecil, namun. Di Korea, Singapura, dan bahkan
Jepang, penggunaan evaluasi kinerja telah meningkat secara dramatis dalam
dekade terakhir, meskipun tidak selalu mulus atau tanpa kontroversi. Salah satu survei karyawan Korea
mengungkapkan bahwa mayoritas mempertanyakan validitas hasil evaluasi kinerja
mereka.
Satu
studi baru-baru ini difokuskan pada industri perbankan menemukan perbedaan yang
signifikan di negara-negara dalam praktek penilaian kinerja. Penilaian kinerja formal
digunakan lebih sering di negara-negara yang tinggi ketegasan, tinggi
penghindaran ketidakpastian, dan rendah dalam kelompok kolektivisme. Dengan kata lain, negara-negara
yang tegas melihat kinerja sebagai tanggung jawab individu, dan bahwa keinginan
kepastian tentang di mana orang-orang berdiri, lebih cenderung menggunakan
penilaian kinerja formal. Di sisi lain, dalam ketidakpastian yang tinggi
penilaian kinerja budaya penghindaran juga lebih sering digunakan untuk tujuan
komunikasi dan pengembangan (sebagai lawan yang digunakan untuk hadiah dan
promosi). Studi lain menemukan bahwa individu-individu yang
tinggi dalam jarak kekuasaan dan tinggi kolektivisme cenderung memberikan
penilaian kinerja yang lebih ringan.
4. Mengelola Konflik kehidupan kerja dalam Organisasi
Konflik kehidupan kerja
menarik perhatian manajemen pada 1980-an, dikarenakan pada tahun itu banyak
para pekerja yang berasal dari kalangan wanita. Sebagai tanggapan, kebanyakan
organisasi besar mengambil tindakan untuk membuat tempat kerja mereka lebih
ramah keluarga. Mereka memperkenalkan perawatan di tempat anak, musim panas
kamp hari, flextime, pembagian kerja, daun untuk fungsi sekolah, telecommuting,
dan paruh waktu kerja. Tetapi organisasi cepat menyadari konflik kehidupan kerja yang tidak terbatas pada karyawan wanita
dengan anak-anak. Pekerja laki-laki dan perempuan tanpa anak-anak juga
menghadapi masalah ini. Beban kerja yang berat dan tuntutan perjalanan meningkat,
misalnya, membuat semakin sulit bagi banyak karyawan untuk memenuhi kedua
pekerjaan dan tanggung jawab pribadi. Organisasi
memodifikasi tempat kerja mereka dengan opsi penjadwalan dan manfaat untuk
mengakomodasi beragam kebutuhan tenaga kerja yang beragam.
5. Ringkasan dan Implikasi untuk Manajer
Kebijakan sumber daya manusia organisasi
dan praktek menciptakan kekuatan penting bahwa perilaku bentuk karyawan dan
sikap. Dalam bab ini, kami secara khusus membahas pengaruh praktek
seleksi, program pelatihan dan pengembangan, dan sistem evaluasi kinerja.
1. Jika
dirancang dengan baik, praktek pemilihan suatu organisasi akan
mengidentifikasi calon yang kompeten dan akurat mencocokkan mereka untuk
pekerjaan dan organisasi.Meskipun seleksi karyawan jauh dari ilmu, beberapa
organisasi gagal untuk merancang suatu sistem seleksi yang dapat mencapai
kanan orang - fit pekerjaan.
2.
Efek yang paling jelas dari
program pelatihan adalah peningkatan langsung dalam keterampilan yang
diperlukan untuk berhasil menyelesaikan pekerjaan. Peningkatan kemampuan
sehingga meningkatkan potensi, tapi apakah itu potensi menjadi menyadari
sebagian besar masalah motivasi.
3. Manfaat
kedua pelatihan adalah bahwa hal itu meningkatkan selfefficacy seorang karyawan
- yaitu, harapan seseorang bahwa ia dapat berhasil melaksanakan
perilaku yang diperlukan untuk menghasilkan suatu hasil (lihat Bab
7). Karyawan dengan tinggi self-efficacy memiliki harapan yang kuat
tentang mereka kemampuan untuk tampil di situasi baru. Mereka
'kembali percaya diri dan berharap untuk menjadi sukses. Pelatihan,
kemudian, adalah sarana untuk secara positif mempengaruhi self-efficacy karena
karyawan mungkin lebih bersedia untuk melakukan tugas-tugas pekerjaan dan
mengerahkan tingkat tinggi usaha.
4. Tujuan
utama dari evaluasi kinerja adalah untuk menilai seseorang 's kinerja
akurat sebagai dasar untuk mengalokasikan imbalan. Jika
evaluasi tidak akurat atau menekankan kriteria yang salah, karyawan
akan kelebihan atau underrewarded. Seperti yang ditunjukkan dalam Bab
7 dalam diskusi kami teori ekuitas, evaluasi dianggap sebagai tidak adil
dapat mengakibatkan berkurangnya usaha, peningkatan ketidakhadiran, atau
mencari pekerjaan alternatif peluang.
Referensi :
Sthepen P. Robin . 2012. Organizational Behavior , 15th ed. Prentice Hall,