TINDAKAN
MERGER DUA PERUSAHAN TELEKOMUNIKASI TERHADAP PENINGKATAN KINERJA PERUSAHAAN
ABSTRAK
Salah
satu usaha untuk menjadi perusahaan yang besar dan kuat adalah melalui
penggabungan usaha atau merger. Seperti halnya PT XL dan PT Axis, kedua
perusahaan ini bergerak di bidang telekomunikasi. Mereka menjadi satu
perusahaan besar telekomunikasi. Dengan dilakukan merger, Perusahaan PT XL
berganti nama menjadi PT XL Axiata. Motif dilakukannya merger adalah motif
ekonomi dengan bentuk merger horizotal. Sedangkan tujuannya adalah untuk
diversifikasi dalam bidang telekomunikasi. Setelah dilakukan merger,
peningkatan kinerja PT XL akan tertekan selama beberapa tahun, hal ini
disebabkan karena melunasi hutan-hutang PT Axis, namun dari segi kinerja
perusahaan asal tetap bertahan.
Kata Kunci : Merger, Kinerja
PENDAHULUAN
Persaingan
usaha sudah dirasakan semakin ketat. Memasuki era pasar bebas, persaingan usaha
diantara perusahaan terus menjadi bahan pemikiran para pemegang kebijakan.
Kondisi demikian menuntut perusahaan untuk selalu mengembangkan strategi
perusahaan agar dapat bertahan, berdaya saing bahkan lebih berkembang. Untuk
itu perusahaan perlu mengembangkan suatu strategi yang tepat agar perusahaan
bisa mempertahankan eksistensinya dan memperbaiki kinerjanya. Kinerja yang baik
akan mendorong atas pertumbuhan perusahaan. Pertumbuhan sendiri merupakan
tujuan dan esensial bagi keberhasilan dan kehidupan banyak perusahaan.
Pertubuhan perusahaan dapat bersifat internal dan eksternal. Pertumbuhan
perusahaan dapat dilakukan oleh perusahaan dengan cara penggabungan. Salah satu
usaha untuk menjadi perusahaan yang besar dan kuat adalah melalui penggabungan
usaha atau yang biasa disebut merger dan akuisisi. Penggabungan usaha dilakukan
atas dasar pertimbangan hukum, perpajakan atau alasan lainnya. Menurut Hartono
(2003) akuisisi yang dilakukan oleh perusahaan didasari oleh beberapa alasan
antara lain economic of scale,
memperbaiki manajemen, penghematan pajak, diversifikasi, dan meningkatkan
corporate growth rate. Economic of scale maksudnya adalah perusahaan harus
berusaha mencapai skalai operasi dengan biaya rata-rata terendah. Skala ekonomi
bukan hanya dalam artian proses produksi saja melainkan juga dalam bidang
pemasaran, personalia, keuangan serta administrasi.
Penggabungan
usaha dapat dilakukan dengan cara internal yaitu penggabungan yang dilakukan
dengan cara memperluas kegiatan usaha yang ada sedangkan penggabungan secara
eksternal adalah dilakukan dengan cara membeli perusahaan yang sudah ada oleh
perusahaan yang sudah besar.
Perubahan-perubahan
yang terjadi setelah perusahaan melakukan merger biasanya nampak pada kinerja
perusahaan dan penampilan finansial. Untuk menilai keberhasilan merger dapat
dilihat dari kinerja perusahaan.
Pada
dasarnya ketika perusahaan sudah melakukan merger tentu akan mengelami
keuntungan bagi perusahaan yang melakukannya dan itu merupakan tujuan utama
penggabungan. Namun ternyata di lapangan terlah terjadi penggabungan dua
perusahaan itu justru yang mengalami keuntungan adalah perusahaan pesaing.
Kondisi seperti ini terjadi pada perusahaan telekomunikasi dimana telah terjadi
proses merger PT XL dengan PT Axix tetapi yang mengalami keuntungan PT Indosat
Tbk sebagai pesaing mereka. Sebagaimana
diklaim oleh direktur PT Indosat bahwa dengan dimergernya Axis oleh XL,
PT Indonsat Tbk diuntungkan dengan bertambahnya pelanggan yang berdampak pada keuntungan
hal ini dibuktikan dengan bertambahnya pengguna IM3 setelah proses itu
dilakukan.
Melihat
kenyataan ini tentu kalau dikaji dari segi teori bahwa perusahaan akan dimerger
atau diakuisisi apabila akan menghasilkan keuntungan, terlepas dari motif
ekonomi maupun non ekonomi tetapi pada kenyataanya justru yang diuntungkan
pihak pesaing, maka dari itu penulis mencoba mengkaji sejauh mana peran merger
dan akuisisi yang dilakukan oleh PT XL kepada PT Axis dalam meraih keuntungan.
KAJIAN PUSTAKA
Definisi
Merger
Banyak para ahli yang
mendefinisikan tentang merger, diantaranya Brian Coyle (2000) merger dapat
diartikan secara luas maupun secara sempit. Dalam pengertian luas, merger
menunjuk pada setiap bentuk pengambilalihan suatu perusahaan oleh perusahaan
lainnya, pada saat kegiatan usaha dari kedua perusahaan tersebut disatukan.
Pandangan sempit mengenai merger merujuk pada dua perusahaan dengan ekuitas
hampir sama, menggabungkan sumber-sumber daya yang ada pada kedua perusahaan
menjadi satu bentuk usaha.
Merger menurut Morris (2000)
adalah “the absorption of one
corporation into another corporation,….. Usually but not always, the selling
corporation’s shareholders receive stock in the buying corporation” .
Bagi Morris merger dapat dengan mudah dimengerti sebagai suatu bentuk yang
secara struktural serupa dengan pengambilalihan saham. Sedangkan menurut Christopher bahwa merger
adalah penggabungan bersama dua atau lebih perusahaan menjadi satu bisnis
menurut basis yang disetujui semua pihak oleh manajemen perusahaan dan pemegang
saham (Christopher, 2006)
PSAK No. 22, menyatakan bahwa
penggabungan usaha dapat dibedakan menjadi dua, yaitu akuisisi dan penyatuan
kepemilikan. Akuisisi (acquisition) adalah suatu penggabungan usaha dimana
salah satu perusahaan, yaitu pengakuisisi (acquirer) memperoleh kendali atas
aktiva neto dan operasi perusahaan yang diakuisisi (acquiree) dengan memberikan
aktiva tertentu, mengakuisisi suatu kewajiban, atau mengeluarkan saham.
Motif
Melakukan Merger
Menurut Sartono (1998) ada beberapa alasan
yang mendorong perusahaan untuk melakukan merger maupun akuisisi, diantaranya:
1. Skala
yang ekonomis, yang dimaksud dengan skala yang ekonomis adalah skala operasi
dengan biaya rata-rata terendah. Tidak jarang dengan melakukan merger maka usaha
pemasaran dapat lebih efisien dan sistem akuntansi akan lebih baik. Skala
ekonomis bukan hanya dalam artian proses produksi saja melainkan dalam bidang
pemasaran, personalia, keuangan, tetapi juga bidang administrasi.
2. Memperbaiki
manajemen, kurangnya motivasi untuk mencapai profit yang tinggi, kurangnya
keberanian untuk mengambil resiko sering mengakibatkan perusahaan kalah dalam
persaingan yang semakin sengit. Dengan merger atau akuisisi maka perusahaan
dapat mempertahankan karyawannya hanya pada tingkat yang memang diperlukan
sehingga kemakmuran pemegang saham dapat ditingkatkan.
3. Penghematan
pajak, sering perusahaan mempunyai potensi memperoleh penghematan pajak, tetapi
karena perusahaan tidak pernah dapat memperoleh laba maka penghematan itu
kecil. Dari sisi perusahaan yang sedang berkembang, hal ini mempunyai manfaat
ganda, disamping adanya penghematan pajak juga untuk memanfaatkan dana yang
menganggur karena perusahaan yang sedang mengalami pertumbuhan pada umumnya
memiliki surplus kas sehingga beban pajaknya dapat menjadi besar.
4. Diversifikasi,
alasan ini adalah pendorong bagi perusahaan yang ingin memiliki jenis usaha
yang lebih besar tanpa harus melakukan dari awal. Dengan diversifikasi maka
resiko yang harus dihadapi atas suatu saham dapat dikompensasi oleh saham yang
lain dengan demikian resiko secara keseluruhan menjadi lebih kecil.
Menurut
Moin bahwa pada prinsipnya terdapat dua motif yang mendorong sebuah perusahaan
melakukan merger yaitu motif ekonomi dan motif non ekonomi. Motif ekonomi berkaitan
dengan esensi tujuan perusahaan yaitu meningkatkan nilai perusahaan atau
memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Disisi lain, motif non ekonomi adalah motif
yang bukan didasarkan pada esensi tujuan perusahaan, tetapi didasarkan pada
keinginan subyektif atau ambisi pribadi pemilik atau manajemen perusahaan
(Moin, 2003).
1) Motif
ekonomi, Merger dan akuisisi memiliki motif ekonomi yang tujuan jangka panjangnya
adalah untuk mencapai peningkatan nilai tersebut. Oleh sebab itu seluruh
aktivitas dan pengambilan keputusan harus diarahkan untuk mencapai tujuan
tersebut.
2) Motif
sinergi, salah satu motivasi atau alasan utama perusahaan melakukan merger dan
akuisisi adalah menciptakan sinergi. Sinergi merupakan nilai keseluruhan
perusahaan setelah merger dan akuisisi yang lebih besar daripada penjumlahan
nilai masing-masing perusahaan sebelum merger dan akuisisi. Sinergi dihasilkan
melalui kombinasi aktivitas secara simultan dari kekuatan atau lebih
elemen-elemen perusahaan yang bergabung.
3) Motif
diversifikasi, diversifikasi adalah strategi perkembangan bisnis yang dapat dilakukan
melalui merger dan akuisisi. Diversifikasi dimaksud untuk mendukung aktivitas
bisnis dan operasi perusahaan untuk mengamankan posisi bersaing. Akan tetapi
jika melakukan diversifikasi yang semakin jauh dari bisnis semula, maka
perusahaan tidak lagi berada pada koridor yang mendukung kompetensi inti (core competence).
4) Motif
non-ekonomi. Aktivitas merger dan akuisisi terkadang dilakukan bukan untuk kepentingan
ekonomi saja tetapi juga untuk kepentingan yang bersifat non-ekonomi, seperti
prestise dan ambisi. Motif non-ekonomi dapat berasal dari manajemen perusahaan
atau pemilik perusahaan.
Tipe-tipe
Merger
Merger
berdasarkan aktivitas ekonomik dapat diklasifikasikan dalam lima tipe yaitu: (Moin,
2003)
1) Merger
horisontal adalah merger antara dua atau lebih perusahaan yang bergerak dalam
industri yang sama.
2) Merger vertikal adalah integrasi yang
melibatkan perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam tahapan-tahapan proses
produksi atau operasi.
3) Merger konglomerat. adalah merger dua atau
lebih perusahaan yang masing-masing bergerak dalam industri yang tidak terkait.
4) Merger
ekstensi pasar adalah merger yang dilakukan oleh dua atau lebih perusahaan
untuk secara bersama-bersama memperluas area pasar.
5) Merger
ekstensi produk adalah merger yang dilakukan oleh dua atau perusahaan untuk
memperluas lini produk masing-masing perusahaan.
Keberhasilan atau kegagalan suatu merger dapat dilihat
pada saat proses perencanaan. Pada saat proses ini biasanya terjadi sudut
pandang yang berbeda-beda antara fungsi organisasi dalam menanggapi pengambilan
keputusan merger dan akuisisi seiring dengan meningkatnya momentum, selanjutnya
terjadi rancunya pengharapan dimana terjadi perbedaan-perbedaan harapan di
pihak manajemen. Dari proses tersebut dapat memunculkan faktor-faktor yang yang
memicu kegagalan merger yaitu:
1) Perusahaan
target memiliki kesesuaian strategi yang rendah dengan perusahaan
pengambilalih.
2) Hanya
mengandalkan analisis strategik yang baik tidaklah cukup untuk mencapai
keberhasilan merger.
3) Tidak
adanya kejelasan mengenai nilai yang tercipta dari setiap program merger.
4) Pendekatan-pendekatan
integrasi yang tidak disesuaikan dengan perusahaan target yaitu absorbsi,
preservasi atau simbiosis.
5) Rencana
integrasi yang tidak disesuaikan dengan kondisi lapangan.
6) Tim
negosiasi yang berbeda dengan tim implementasi yang akan menyulitkan proses
integrasi.
7) Ketidakpastian,
ketakutan dan kegelisahan diantara staf perusahaan yang tidak ditangani. Untuk
itu tim implementasi dari perusahaan pengambilalih harus menangani masalah
tersebut dengan kewibawaan, simpati dan pengetahuan untuk menumbuhkan
kepercayaan dan komitmen mereka pada proses integrasi.
8) Pihak
pengambilalih tidak mengkomunikasikan perencanaan dan pengharapan mereka terhadap
karyawan perusahaan target sehingga terjadi kegelisahan diantara karyawan.
Faktor-Faktor Keberhasilan Merger
Hunt dkk. (1987) mengakhiri penelitian mereka dengan
mengidentifikasi faktor-faktor yang memberikan kontribusi kepada kesuksesan dan
kegagalan akuisisi (Sudarsanam, 1999). Faktor-faktor yang dianggap memberi
kontribusi terhadap keberhasilan merger yaitu:
1)
Melakukan audit sebelum merger.
2)
Perusahaan target dalam keadaan baik.
3)
Memiliki pengalaman merger sebelumnya.
4)
Perusahaan target relatif kecil.
5)
Melakukan merger yang bersahabat.
Pengaruh
Merger terhadap Kinerja Perusahaan
Menurut helfert (1996: 670)
kinerja perusahaan adalah hasil dari banyak keputusan individual yang dibuat
secara terus menerus oleh pihak manajemen dalam mencapai tujuan. Dua kriteria
yang digunakan untuk menilai kinerja manajemen yaitu efektivitas dan efisiensi.
Adapun pengertian efektifitas diartikan sebagai kemampuan suatu unit mencapai
suatu tujuan yang diinginkan, sedangkan efisiensi meggambarkan beberapa yang
diperlukan untuk menghasilkan suatu unit keluaran. Jadi pada dasarnya kinerja
perusahaan merupakan suatu ukuran beberapa efisien dan efektif seorang manajer
atau perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan.
Menurut Payamta (2001)
keputusan merger dan akuisisi mempunyai pengaruh besar dalam memperbaiki
kondisi perusahaan, meningkatkan kinerja perusahaan, terutama dalam penampilan
financial perusahaan. Perubahan-perubahan ini akan tampak pada laporan keuangan
baik berupa laba bersih, laba persaham, atau likuditas sahamnya.
METODE PENELITIAN
Metode
yang digunakan dalam analisis permasalahan ini yaitu menggunakan metode
deskriptif. Seperti yang dikemukakan oleh Sugiyono (2011) “penelitian
desktiptif adalah sebuah penelitian yang bertujuan untuk memberikan atau
menjabarkan suatu keadaan atau fenomena yang terjadi saat ini dengan
menggunakan prosedur ilmiah untuk menjawab masalah secara aktual”. Sedangkan,
Sukmadinata (2006) menyatakan bahwa metode penelitian deskriptif adalah sebuah
metode yang berusaha mendeskripsikan, menginterpretasikan sesuatu, misalnya
kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang
berlangsung, akibat atau efek yang terjadi atau tentang kecenderungan yang
sedang berlangsung.
Dari
kedua pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa metode penelitian deskriptif
adalah sebuah metode yang digunakan untuk mendeskripsikan, menginterpretasikan
sesuatu fenomena, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang
berkembang, dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk menjawab masalah secara
aktual. Dengan demikian, penulis beranggapan bahwa metode penelitian deskriptif
sesuai dengan penelitian yang dilaksanakan oleh penulis. Karena dalam
penelitian ini, penulis berusaha mendeskripsikan sebuah masalah atau fenomena
yang terdapat pada novel Bocchan karya Natsume Souseki.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tren industri telekomunikasi
yang terjadi saat ini mengalami perkembangan yang sangat signifikan baik dari
segi pemain maupun pengguna. Pangsa pasar yang sangat besar di Indonesia khususnya
anak muda merupakan satu peluang yang sangat prosfektif dan menjanjikan dan
telah mampu ditangkap serta dimamfaatkan dengan baik oleh XL .PT XL mampu
melihat dan menganalisa karakter serta kondisi anak muda Indonesia yang sangat
kompleks dan variatif yang artinya juga memiliki keinginan dan hasrat yang
beragam.
Teknologi telekomunikasi
yang ada masih dalam tahap pengembangan sehingga masih akan muncul teknologi
atau fitur baru di masa depan. PT Excelcomindo Pratama Tbk merupakan
sebuah perusahaan operator telekomunikasi seluler di Indonesia. XL mulai
beroperasi secara komersial pada tanggal 8 Oktober 1996, PT XL merupakan
perusahaan swasta pertama yang menyediakan layanan telepon seluler di
Indonesia. PT XL juga menyediakan layanan korporasi yang termasuk Internet
Service Provider(ISP) dan VoIP.
Perusahaan lain yang dikenal
di Indonesia salah satunya adalah PT axis. PT AXIS Telekom Indonesia (dulunya
PT Natrindo Telepon seluler) adalah perusahaan operator telekomunikasi seluler
di Indonesia. AXIS mulai berdiri sejak bulan Mei 2001 dengan merek dagang Lippo
Telecom yang saat itu masih fokus pada wilayah Jawa Timur. Natrindo kemudian
berhasil mendapatkan izin untuk wilayah nasional dan diakuisisi oleh Maxis
Communicatiion dengan masing-masing sebesar 51% pada bulan Januari 2005 dan 44%
pada bulan April 2007. Pada bulan Juni 2007, Saudi Telecom Company mengakuisisi
51 persen saham Natrindo yang dimiliki Maxis, sehingga saham Maxis di Natrindo
hanya tinggal 44 persen. Saat ini, Natrindo sedang mengembangkan jaringan
2G dan 3G-nya ke beberapa wilayah lain di Indonesia. Pada tanggal 7 Juni 2011,
berdasarkan persetujuan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, nama
badan hukum perusahaan AXIS diubah dari PT Natrindo Telepon Seluler menjadi PT AXIS
Telekom Indonesia. Meskipun berubah nama, AXIS menjelaskan bahwa informasi
rincian seperti alamat, nomor telepon perusahaan hingga NPWP akan tetap
sama.
Saat pertama kali
diluncurkan pada April 2008, Axis sudah menjangkau 80 persen populasi di
Indonesia, meliputi Jawa, Bali, Lombok, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Kini
layanan AXIS sudah tersedia di lebih dari 400 kota di seluruh Indonesia dan
diklaim sebagai empat besar operator di Indonesia dengan jangkauan terluas. Saat ini AXIS hadir dengan produk-produk
seperti AXIS, AXIS Pro, AXIS Gaul, AXIS Blackberry Fun untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat Indonesia dalam bidang komunikasi dan jaringan internet. Pada 26
September 2013, Axis diakuisisi oleh XL. Saham Axis diambil alih sebanyak 95
persen
Proses akuisisi-merger PT XL Axiata dengan PT Axis Telekom
Indonesia sudah selesai dilakukan secara hukum. Presiden Direktur XL Hasnul Suhaimi menjelaskan bahwa
proses integrasi antara XL dan Axis telah selesai, bahkan proses
penyelesaiannya pun lebih cepat dibandingkan rencana awal yang telah
ditetapkan.
Jika dilihat dari segi sudut teori bahwa
proses penggabungan yang sebenarnya menunjukkan adanya konsistensi teori, bahwa
salah satu keuntungan melakukan proses merger adalah cepatnya proses, sebagaimana
diungkapkan oleh Sudomo, bahwa pengambilalihan melalui merger lebih sederhana
dan lebih murah dibanding pengambilalihan yang lain (Harianto dan Sudomo, 2001)
Terlepas dari salah atau tidaknya atas tindakan hukum
kegiatan XL melakukan merger dengan Axis, pada pembahasan ini hanya melihat
dari kajian teori merger dan akuisisi. Berdasarkan
hasil kajian dari Agus Gede Santika Subawa dan Ni Nyoman Mas Aryani dari Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum
Universitas Udayana menyimpulkan bahwa Meger XL Axiata dengan Axis Telecom
Indonesia berindikasi sebagai merger yang dilarang karena melanggar UU No. 5
Tahun 1999 yaitu Pasal 28 (1) dan Pasal 17, selain itu juga melanggar ketentuan
Pasal 25 (1) PP No. 53 Tahun 2010. Namun dalam tulisan ini tidak dikajian dan diperdalam.
Bila
dikaji alasan mengapa XL mau membeli AXIS, kalau dilihat dari kondisi yang ada
perusahaan mencoba membuat perluasan usahanya yaitu dengan cara diversifikasi,
alasan ini adalah pendorong bagi perusahaan yang ingin memiliki jenis usaha
yang lebih besar tanpa harus melakukan dari awal. Dengan diversifikasi maka
resiko yang harus dihadapi atas suatu saham dapat dikompensasi oleh saham yang
lain. Dengan demikian resiko secara keseluruhan menjadi lebih kecil. Keberhasilan menyelesaikan proses integrasi antara XL
dan Axis dengan hasil selesainya key milestones seperti migrasi sistem
billing,karyawan, distribusi dan juga trafik dan jaringan. Semua ini telah
dilakukan dengan minimnya halangan yang menggangu operasi.
Sebelumnya XL telah memutuskan untuk menjual sebagian dari
total portofolio menara mereka, atau tepatnya sebanyak 3.500 menara kepada PT
Solusi Tunas Pratama Tbk. seharga Rp 5,6 triliun. Hal ini memberikan manfaat pada XL karena dapat lebih
berfokus pada layanan utama. Dana yang diperoleh juga akan digunakan untuk
melakukan pembayaran hutang XL dan mencapai struktur modal perusahaan yang
lebih baik. Penggabungan XL dan Axis
beberapa waktu lalu membuat perusahaan memiliki total sekitar 68,5 juta
pelanggan yang harus dilayani. Keduanya bergabung setelah XL melakukan
transaksi pembelian Axis dengan harga US$ 865 juta atau sekitar Rp 9,5 triliun.
Melihat kondisi atas, memperlihatkan bahwa kedua perusahaan
setelah melakukan merger terjadinya
penggabungan aset-aset yang dimiiliki 2 perusahaan menjadi 1 pemilik. Hal ini
sesuai dengan pendapat Christopher bahwa penggabungan bersama dua
perusahaan menjadi satu bisnis menurut basis yang disetujui semua pihak oleh
manajemen perusahaan dan pemegang saham (Christopher, 2006) kajian lain pula memjelaskan bahwa pegabungan atau merger
adalah suatu proses penggabungan dua perusahaan atau lebih dimana
perusahaan pengambil alih akan tetap berdiri sedangkan perusahaan yang diambil
alih akan lenyap. Pihak yang masih hidup dalam atau yang menerima merger dinamakan
surviving firm atau pihak yang mengeluarkan saham (issuing firm).
Sementara
itu perusahaan yang berhenti dan bubar setelah terjadinya merger dinamakan
merged firm. Surviving firm dengan sendirinya memiliki ukuran
yang semakin besar karena seluruh aset dan kewajiban dari merger firm dialihkan
ke surviving firm. Perusahaan yang dimerger akan menanggalkan
status hukumnya sebagai entitas yang terpisah dan setelah merger statusnya
berubah menjadi bagian (unit bisnis) di bawah surviving firm. Dengan
demikian merged firm tidak dapat bertindak hukum atas namanya
sendiri. Dengan telah bergabungnya
perusahaan XL dengan Axis maka sesuai dengan kajian teori PT axis hilang dan PT
XL pun berubah nama menjadi PT XL Axiata .
Kalau dilihat dari segi motif merger, PT XL Axiata
melakukan merger didasarkan pada motif ekonomi, artinya bahwa penggabungan
perusahaan dilakukan karena melihat pangsa pasar axis cenderung cukup luas
sehingga kalau dimerger akan menambah kekayaan PT XL. Bentuk merger dilakukan
dengan cara horisontal karena mereka merupakan dua perusahaan yang bergerak
dalam industri yang sama.
Namun
yang menarik dengan adanya merger dua perusahaan ada perusahaan lawan yang
merasa diuntungkan dalam hal ini perusahaan telekomunikasi PT Indosat Tbk. Jadi
dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan melakukan merger dua perusahaan
salah satunya mengurangi jumlah pesaing bagi perusahaan yang membelinya, dan
menguntungkan pula bagi lawan usahanya karena pesaing mereka berkurang.
Kinerja
perusahaan XL setelah proses penggabungan akan tertekan karena harus membayar
hutang-hutang PT Axis, Namun perseroan berusaha menjaga pendapatan usaha/top
line dan laba/ bottom line tetap positif pada tahun ini. Pendapatan usahanya
ditargetkan tumbuh sekitar 6%-8%, turun dari pertumbuhan tahun lalu yang 8%-9%..
Pascamerger, diestimasi pendapatan usaha perseroan tercatat Rp 25,07 triliun
dengan laba bersih Rp 547 miliar. Berdasarkan data yang dihimpun IFT, ada
dua skenario kinerja XL Axiata yakni dengan merger Axis dan tanpa merger. Di
skenario dengan merger, pada 2014 pendapatan usaha XL Axiata tercatat Rp 25,07
triliun. Sementara laba bersih Rp 547 miliar, turun lebih dari 60% dibandingkan
kuartal III 2013 yang Rp 547 miliar. Sedangkan di skenario tanpa merger,
pendapatan usaha diprediksi Rp 22,9 triliun dengan laba bersih Rp 2,01
triliun. Dengan merger, pendapatan usaha perseroan selama
lima tahun ke depan diproyeksikan tumbuh secara rata-rata 8,4% per tahun.
Pertumbuhan ini lebih besar dibandingkan dengan proyeksi pendapatan untuk
periode sama tanpa merger, yang rata-rata hanya naik 7,2% per tahun. Dengan
demikian dengan dilakukannya merger menunjukkan perusahaan ada kenaikan ukuran
kinerja.
KESIMPULAN
Berdasarkan
penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perusahaan akan melakukan merger
apabila perusahaan yang akan dibelinya memiliki potensi untuk dapat
meningkatkan keuntungan. Alasan PT XL merger dengan Axis karena PT Axis
memiliki pangsa pasar yang cukup luas, sehingga kalau digabung akan menambah
keuntungan perusahaan PT XL. Motif merger yang dilakukan PT XL adalah motif
ekonomi horizontal dengan bentuk diversifikasi. Yang diuntungkan dengan adanya
merger XL dengan Axis selain perusahaan TP XL sendiri yaitu dengan berkurangnya
pesaing juga menguntungkan lawannya yaitu PT Indosat. Bergabungnya PT XL dengan PT Axis dapat meningkatkan
kinerja Perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul
Moin, 2003. Merjer. Akuisisi dan
Divestasi, Ekonisia. Yogyakarta
Agus
Gede Santika Subawa, Ni Nyoman Mas Aryani, Merger
Antara Xl Axiata Dengan Axis Telecom Indonesia Dalam Perspektif Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat. Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum , Universitas Udayana
Agus
R Sartono. 2002. Manajemen Keuangan teori
dan Akusisi, Edisi 4 , BPFE Yogyakarta
Hartono,
Tri, 2003.Merger dan Akuisisi Sebagai
Suatu Keputusan Strategik, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Volume 2 Nomor 1
hal 37
Helfert,
Erich A., 1996, Tehnik Analisis Keuangan:
Petunjuk Praktis Untuk Mengelola dan Mengukur Kinerja Perusahaan, Edisi
Kedelapan, Erlangga, Jakarta
Kaplinsky,
R., Morris, M., 2000, A Handbook for
Value Chain Research
Keban,
Yeremias. T. 2004. Enam Dimensi Strategis
Administrasi Publik, Konsep, Teori, dan Isu. Yogyakarta. Gava Media.
Lovelock,
Christopher and Laurend Wright, 200, Manajemen
Pemasaran Jasa, PT Indeks. Jakarta.
Payamta,
2001. Analisis Pengaruh Keputusan Merger
dan Akuisisi terhadap Perubahan Kinerja Perusahaan Publik di Indonesia.
Simposium Nasional Akuntansi IV.
Schermerhorn,
Jhon R., James G.Hunt, & Richard N. Osborn, 1987, Managing Organizational Behavior, New York : John Wiley & Sons
Inc.
Siti
Ardiagarini Analisis 2011. Dampak Merger
Dan Akuisisi Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Target.Universitas
Dipenegoro
Sudarsanam.
1999. The Essence of Merger dan Akuisisi; Penerbit Andi, Yogyakarta.
Sugiyono,
2011. Metode Penelitian Bisnis.
Bandung. CV. Alfabeta
Sukmadinata.
, 2006. Metode Penelitian Pendidikan,
Remaja Rosdakarya, Bandung